Kamis, 12 Oktober 2023

Bond


Tanggal rilis final : 12 Oktober 2023
Tanggal awal pembuatan : 10 Agustus 2023
Edisi revisi : 6 Februari 2024 (minor edit)
Tag Genre : History, College, Family, Slice of life, Action
Rating usia (menurut penulis) : 7+ (Buku),    13+ (Film, jika kelak difilmkan).


DISCLAIMER

"Bond" adalah cerita fiksi semi nyata yang saya buat dalam bentuk teks. Cerita ini saya publikasikan di blog saya. Cerita ini dibuat oleh saya sendiri, tetapi menggunakan konten pihak ketiga hanya sebagai visualisasi sehingga tidak dimonetisasi sama sekali. Hak cipta dari visualisasi ini milik pemiliknya masing-masing. Ini adalah karya fiksi. Nama, tokoh, usaha, kejadian merupakan imajinasi penulis. Kemiripan dengan orang sebenarnya, atau kejadian sebenarnya adalah murni ketidaksengajaan.



Bagian 1

Waktu itu pukul 11:30. Terlihat kalender tahun 1969 yang agak tertiup angin dari AC, suasana kelas saat itu sedang serius. Pak Akira adalah dosen yang mengajarkan materi tentang sejarah pada waktu itu. "Tentara Jepang datang pada tahun 1942, membantu menghentikan kolonialisme yang dilakukan tentara Belanda di Indonesia, setelah itu mereka kembali pulang ke kampung halamannya". "Apa ada pertanyaan?"

"..Setelah itu apa lagi yang mereka lakukan?" Satu mahasiswi ini bertanya banyak mengenai apa saja yang terjadi, ia adalah Rika Matsuda.

"Apakah tentara Jepang disana hanya untuk mengusir Belanda sampai 1945 disana?"

Sayangnya pertanyaan terakhir ini tidak dijawab sepenuhnya oleh sang dosen. "Bukankah itu sudah jelas? Baik, apakah ada pertanyaan lain?".

Hal tersebut membuatnya penasaran. Saat jam istirahat, temannya Takuya sembari berjalan kearah Rika dan bilang "Tadi itu pertanyaan bagus". Rika menjawab, "Benarkah?".

Misaki mendekatinya dan bertanya, "Apa ada masalah? Kamu sepertinya terobsesi dengan kisah ini". 

"Aku hanya penasaran, karena kupikir ada yang kurang jelas."

Kemudian Takuya diajak oleh temannya keluar kelas.

Misaki bertanya lagi dengan suara pelan, "Apakah ini ada kaitannya dengan pekerjaan ayahmu dulu?"

Rika menjawab, "Aku juga tidak tahu".

 Sepulang kuliah akhirnya Rika mencari tahu sendiri tentang hal itu di tempat-tempat buku dibantu temannya Misaki, mereka pergi ke tempat-tempat seperti perpustakaan dan toko buku informasi mengenai ini. Hari demi hari berlalu, Rika terus mencari informasi tentang hal ini. Ia juga sesekali mempelajari bahasa Indonesia dan meningkatkan kemampuan bahasa Inggris. Tapi sejauh ini semua buku yang ia baca memberikan informasi yang sama seperti yang sudah dijelaskan dosennya. Namun ada 1 buku yang menuliskan terdapat beberapa tentara Jepang yang memilih untuk menetap di Indonesia, sayangnya penulis buku tersebut tidak merinci alasannya.


Keesokan harinya Rika bertanya pada temannya Misaki, "Ngomong-ngomong, apakah aku sebenarnya bodoh?".

"Ada apa?", tanya Misaki.

"Karena namaku katakana", jawab Rika.

Misaki bertanya lagi, "Apa maksudmu? Jangan bilang begitu, itu hanya akan membuat ayahmu kecewa. Nama katakana itu mungkin karena kamu ada pengaruh istilah atau nama dari negara lain".

"Aku hanya bercanda", balas Rika dengan sedikit tertawa.



**(Ada stereotipe di jepang untuk nama orang terdahulu untuk yang lahir sebelum era Showa menggunakan katakana, diidentikan dengan berpendidikan rendah dan mereka tidak bisa baca tulis kanji. Tapi Rika hidup di era Showa dan saat itu sedang menggeluti jenjang pendidikan tinggi, hal inilah yang membuat Misaki berpikir stereotipe itu tidak relevan dengan Rika)**



"..dari negara lain.. Tunggu dulu, apa yang membuatmu berpikir "Rika" ku bukan dari bahasa Jepang? ", lanjut lagi Rika dengan wajah penasaran.

"Entahlah, aku hanya menebak", jawab Misaki.

"Sebenarnya aku pernah melihat di surat kabar, ada yang bernama "Rika" juga, tapi bedanya namanya ditulis dengan hiragana", ujar Rika.

"Kau pernah bertanya tentang hal ini pada kakek nenekmu?", tanya lagi Misaki.

"Dari dulu, mereka selalu menjawab nama itu pemberian ayahku tapi tidak memberitahu alasannya".




Beberapa hari berlalu, Takuya tiba-tiba berlari ke arah Rika dan Misaki. Ia menunjukkan buku. "Aku ingin menunjukanmu ini". 

"Apa ini?" tanya Rika dengan penasaran. Kemudian Takuya menjawabnya "Aku menemukan ini di tempat buku bekas dekat rumahku. aku sudah membacanya. Mungkin ini ada kaitannya dengan yang kau cari"

Misaki menjawab "Tunggu dulu, dari mana kau tahu kalau Rika mencari informasi tentang ini?"

Takuya menjawab, "Maaf kalau kesannya ikut campur, saat Rika bertanya di kelas beberapa bulan lalu, kemudian Pak Akari tidak menjawabnya, hal ini juga sejujurnya membuatku penasaran. Jadi aku juga mencari tahu tentang apa saja yang dilakukan tentara Jepang saat itu."

"Tapi aku ada janji menyelesaikan tugas dengan Daichi makanya buru-buru, kalian bisa membawa ini".

"Baiklah, terimakasih " ujar Rika.


Akhirnya mereka berdua pergi ke rumah Misaki untuk melihat dan Rika membaca isi buku itu. 

"Ini... Takuya tidak bilang isinya full bahasa inggris" ungkap Rika.

"Kau bisa membacanya kan?" tanya Misaki.

"Bisa, tapi aku butuh kamus untuk kosakata tertentu". Rika mengambil kamus dan melanjutkan membaca isinya.

Beberapa jam berlalu, mereka pun menyelesaikan bukunya. "Ada persamaan dengan buku sebelumnya yang kau tunjukkan padaku. Disini juga tertulis ada tentara Jepang yang tidak pulang meskipun setelah tahun 1945 dan seterusnya, ada juga yang menikah dengan orang Indonesia. Tapi ada satu hal yang tidak kumengerti. Kenapa di kelas tidak dijelaskan tentang beberapa kekerasan yang dilakukan kepada warga setempat?" ujar Rika.

"Aku juga tidak tahu. Entahlah, mungkin ini masalah politik". jawab Misaki.

"Menurutmu buku mana yang lebih kredibel?" tanya Rika.

"Kalau kau masih penasaran, kita bisa berburu informasi lagi dari buku dan penelitian lain". jawab lagi Misaki.


Keesokan harinya, dengan menggunakan kereta mereka berdua pergi ke perpustakaan dekat rumah neneknya Misaki di Prefektur Kanagawa.

"Lihat ini", kata Misaki dengan pelan sambil menunjukkan buku yang ia baca.

"Buku ini juga memberikan informasi yang sama, ada tentara Jepang yang tidak pulang dari Indonesia setelah tahun 1945", ujar Rika dalam hati sembari membaca buku tersebut. Pada buku tersebut juga disebutkan terdapat beberapa konflik antara masyarakat Indonesia dengan tentara Jepang.


*Ditampilkan scene/visualisasi kilas balik masa kependudukan Jepang di Indonesia*
"Hasil bumi ini milik kami!", "Diam kau.."

Kemudian Rika pun pulang dan merasa penasaran dengan kamar mendiang ayahnya yang tidak pernah ia buka sejak kecil karena pintunya terhalang meja bak gudang. Lalu perlahan membuka kamar mendiang ayahnya yang semula ragu, terlihat semuanya berdebu karena ruangan itu tidak ditinggali dalam waktu yang lama. Disana terdapat dokumen dokumen lama dan juga foto-foto ayahnya semasa di militer. Kemudian ia membuka brankas yang ada di lemari meja. Kuncinya juga masih menempel disana. Rika menemukan foto bayi, dengan tulisan nama dibawahnya. Nama "Rika Matsuda", Rika yang dituliskan dengan abjad alfabet, dan di sebelah kanannya aksara Jawa.

Dibawahnya terdapat tulisan "Indonesia 2 mei 1948, dan alamat suatu wilayah di Jakarta". Ada juga foto ayahnya dan seorang wanita yang sedang membawa bayi yang sama yaitu dirinya. Disitu juga terdapat tulisan nama ayahnya (Ryouji matsuda) dan Wanita yang tidak ia ketahui ( Purwanti) yang ditulis menggunakan abjad alfabet.


Kedua foto ini yang belum pernah dijelaskan kakek dan nenek bahwa ibunya masih hidup dan ada disini (Indonesia). Akhirnya Rika  bertanya ke nenek, sebelumnya Ia selalu menjawab ayahnya Rika gugur saat berperang tapi tidak pernah menjelaskan perang apakah itu dan apakah ibunya masih hidup. Kali ini sang nenek meminta maaf karena menyembunyikan hal ini karena tidak mau Rika merasa sedih dan tidak tenang. Nenek Rika akhirnya menjelaskan yang sebenarnya terjadi adalah ayahnya dulu ditugaskan di Indonesia. Ia menikah dengan orang Indonesia dan dikaruniai seorang anak yaitu Rika. Sayangnya saat masih momen Jepang kalah pada Perang Dunia ke 2,  tepatnya saat agresi militer 2 di Indonesia, Belanda kembali ke Indonesia. Pada waktu itu tentara belanda mendobrak rumah di malam hari, Ayahnya tidak selamat setelah ditangkap tentara belanda pada waktu itu, Rika yang pada waktu itu masih bayi juga dibawa. Namun pada akhirnya berhasil dibawa kabur oleh teman ayahnya kembali ke Jepang, tepatnya ke rumah kakek dan nenek. Sedangkan ibunya berhasil kabur. Nenek mendapatkan informasi ini dari teman ayahnya yang berhasil kabur dan membawa Rika kembali ke kakek dan neneknya waktu itu. Sayangnya kondisi nenek Rika sudah hampir pikun. Ia tidak ingat informasi spesifik seperti nama daerah dan nama teman ayahnya Rika. Ia pun benar-benar tidak tahu dimanakah lokasi detail Ibunya Rika tinggal. Namun menurutnya, memang seperti ada alamat yang tertulis di kertas foto ayahnya itu.



Beberapa bulan berlalu, Rika menjelaskan pada Misaki bahwa ia ingin menemui ibunya. 

"Kau yakin ingin ke Indonesia? Bagaimana kalau tersesat?", kata Misaki.

"Tenang saja, disitu sudah ada alamat yang tertera jelas. Aku juga sudah membeli tiket pulang seminggu kedepannya untuk jaga-jaga", jawab Rika dengan sedikit tertawa.

Rika mempelajari bahasa Indonesia, mengurus paspor beserta surat surat lainnya dan menukarkan uang dengan mata uang Indonesia. 

 Setelah itu diputuskan Rika akan ke Indonesia saat liburan semester kuliahnya untuk bahan penelitian skripsinya. Tak lupa, ia juga membawa buku kamus kecil kemana-mana karena merasa bahasa Indonesianya masih belum terlalu bagus. 


Saat di jakarta Rika memberanikan diri bertanya lokasi kepada salah satu pengendara taksi yang ada di depannya, terlepas dari bahasa Indonesianya yang seadanya dan kadang masih bercampur logat Jepang. "Permisi, berapa biaya untuk pergi ke lokasi ini?" sambil menunjukkan tulisan di kertas.

"Waduh maaf mbak, sebenernya aye tau alamat ini, tapi mobilnya ini lagi mogok", ujar pengendara taksi tersebut dengan kebingungan. 

"Nah itu tuh", menunjuk 1 pengendara taksi wanita yang kebetulan tiba-tiba mendekat, kebetulan ia mengerti bahasa inggris. Rika pun menjelaskan kepadanya lokasi itu, "Owh jalan ini, saya tahu jalan ini. Silahkan naik." ujar supir taksi wanita tersebut menggunakan bahasa inggris.

"Wih rejeki nih pagi-pagi", kata supir taksi yang pertama tadi dengan bercanda.

Mobil taksi pun melaju ke alamat yang ditunjukkan Rika. Selama perjalanan, terkadang mereka mengobrol tentang kota Jakarta. 

"Bagaimana kau tahu Jakarta?" tanya supir taksi wanita tersebut.

"Aku membaca buku-buku tentang Indonesia dan mempelajarinya selama beberapa bulan"., jawab Rika.

"Kau bisa bahasa Indonesia?" tanya lagi supir taksi tersebut.

"Baru sedikit". jawab lagi Rika.

"Begitu ya. Ngomong-ngomong di sebelah ini adalah gedung bersejarah" kata supir taksi tersebut dan mereka tetap melanjutkan perjalanan.



"Sudah sampai". Kata supir taksi wanita tersebut sambil menghentikan mobilnya.

Rika membayar sesuai yang tertulis di mesin penghitung dan keluar dari mobil. Namun ia masih tampak kebingungan. Supir taksi tadi tidak begitu saja meninggalkannya, ia mendekati Rika dan bertanya "Ini lokasinya kan?". Rika kemudian memperlihatkan kembali kertas alamat tersebut kepada supir taksi. 

Supir taksi tersebut membacanya dengan teliti. "Ini.. memang benar tertulis lokasinya disini. Tapi disini yang bisa kau lihat justru hanyalah gedung yang baru dibangun". Kemudian mereka bertanya pada pekerja bangunan disana. Dan ternyata disebutkan bahwa pemilik lahannya beda dengan nama yang sedang Rika cari yaitu Ibunya. Mereka pun kembali masuk ke mobil.

"Maaf kalau boleh tahu, dari mana kau mendapatkan alamat ini?" tanya supir taksi wanita tersebut.

Rika bertanya dalam hati "Apakah aku harus menunjukkan foto itu pada orang lain?".

Supir taksi wanita itu berkata lagi untuk meyakinkan Rika "Aku hanya ingin membantu". 

Akhirnya Rika membuka tasnya dan menunjukkan foto orangtuanya dan Ia sewaktu masih bayi. Supir taksi tersebut membaca tulisan yang tertera dibawahnya.

"Aku hanya menyalin yang tertulis di kertas foto ini", ujar Rika.

"Ini juga.. memang benar alamatnya disini. Lalu di sebelah kanannya hanya ada aksara jawa", perjelas supir taksi tersebut.

"Aksara?! Kukira itu hanya coretan yang sama seperti didepan dan sudah luntur", tanya Rika dengan agak terkejut.

"Ini memang agak luntur tintanya, tapi ini aksara jawa. Mungkin transliterasinya ke aksara Jawa.", jawab supir taksi tersebut.

"Kau bisa membacanya?", tanya lagi Rika dengan penasaran.

"Tidak. Keluargaku bukan dari Jawa jadi tidak paham", jawab lagi supir taksi tersebut.

Rika terdiam untuk berpikir sejenak dan bertanya lagi,  "Bagaimana kalau itu bukan transliterasinya?"

"Maksudmu? Ini tulisan yang berbeda? ", jawab supir taksi tersebut juga dengan rasa penasaran. 

"Tunggu dulu, aku kenal orang yang bisa membaca ini. Tapi apakah boleh aku memperlihatkan ini ke temanku?", tanya supir taksi tersebut.

"Tentu", jawab Rika.

 Kemudian mereka mengunjungi rumah teman supir taksi tersebut. Mereka bertanya tentang tulisan aksara Jawa yang ada disebelahnya tulisan alfabet. Dan ternyata hasilnya menunjukkan alamat yang berbeda, nama jalan hingga daerah yang berbeda. Tulisan alfabet di sebelah kiri yang berbahasa Indonesia menuliskan suatu alamat di Jakarta, sedangkan aksara Jawa yang di sebelah kanan menunjukkan alamat di suatu desa di Gunung Kidul, Yogyakarta. Yang sama hanyalah nama ayah dan ibunya Rika. Selanjutnya mereka berhenti di suatu tempat untuk beristirahat.

"Ini seperti di film detektif saja. Mungkinkah ada tujuannya ditulis seperti ini?", ujar supir taksi tersebut.

"Mungkin", jawab Rika.

"Apakah manipulasi ini dilakukan untuk melindungi Ibu dulu?", Rika bertanya-tanya dalam hati.

"Kau mau ke lokasi itu? Setidaknya kita sudah tahu tulisan lokasi yang di sebelah kiri itu alamat palsu, tapi entahlah yang kanan", ujar supir taksi tersebut.

"Aku ingin kesana", jawab Rika.

"Sebenarnya apa yang kau cari?", tanya supir taksi tersebut.

Rika menjawab "Rumah ibu".

 Sang pengendara taksi tersebut sontak bertanya "Ibu? Ibumu ada disini? Di Indonesia?"

Rika menjawab "Ya, ceritanya panjang." Supir taksi tersebut langsung teringat ibunya dan seketika mematikan alat penghitung biaya taksinya. "Begitu ya.. aku juga punya ibu. Aku sudah lama belum pulang sejak aku merantau ke jakarta. Awalnya" 

"Baiklah, masuk ke mobil. akan kuantar".

Rika menjawab dan bertanya "Maafkan aku, aku tidak tahu kalau itu beda daerah. Apakah itu jauh?"

Supir taksi wanita tadi menjawab "Jauh sekali. Tapi akan kuantar ke stasiun."

"Terima kasih banyak" jawab Rika sambil menunduk khas Jepang.

"Tapi.. kenapa alatnya..", Rika kebingungan karena alat penghitung argo nya mati.

"Lupakan itu, kau sudah bayar tadi. Anggap saja kali ini kutraktir.", jawab supir taksi tersebut.

"Sekali lagi, terima kasih", jawab lagi Rika.

Sesampainya di stasiun jakarta kota, supir taksi tersebut mengambil secarik kertas dan menuliskan beberapa tulisan. Lalu memberikan kertas tersebut kepada Rika. "Tunggu dulu. Sepertinya kau butuh ini. Ini beberapa kalimat yang biasa dipakai saat bertanya lokasi dan disebelahnya terjemahan dari jawabannya".

"Terima kasih!", jawab Rika sambil menerima kertas tersebut. 

Rika pun turun dari taksi dan masuk ke stasiun untuk mendaftar dan bertanya kereta yang menuju Yogyakarta pada hari itu. Selanjutnya ia menaiki kereta dan melanjutkan perjalanan.


Bagian 2

Setelah sampai di stasiun Yogyakarta, Rika membuka kertas yang diberikan supir taksi tadi. Ia juga mencari terjemahan beberapa kata dari kamus yang dibawanya untuk bertanya tentang transportasi menuju rumah ibunya. Ia pun melanjutkan perjalanan menggunakan bus. Sesampainya di kecamatan yang dituju, Kebetulan ada orang lewat, ia meminta bantuan kepada orang tersebut tentang alamat desa ibunya tinggal. Sayangnya orang tersebut tidak mengetahuinya. Setelah bertanya pada lebih dari 10 orang yang lewat, tiba-tiba ada tukang becak yang kebetulan lewat. Rika bertanya kepadanya,

"Permisi, apa bapak tahu alamat ini?" sambil menunjukkan kertas berisikan tulisan alamat rumah Ibunya dan disana juga tertera nama Ibunya. 

Tukang becak tersebut membaca tulisan tersebut dan menjawab dengan bahasa Jawa "Oh jalan iki... 

"Mbak e lurus ngene, bablas terus prapatan. Sawise prapatan menggok kiwo. Bablas ngalor sitik. Nah, ning lor e iku jalan Semugih"

Rika tampak kebingungan bahasa yang digunakan tukang becak tersebut berbeda dari yang pernah ia pelajari selama ini, dan tidak ada di kamus ataupun di kertas yang ditulis supir taksi yang membantunya sewaktu di Jakarta.

Dengan wajah bingung, Rika langsung membuka kamus yang ia bawa. Ia terus mencari arti kata-kata tersebut dan sontak mengucapkan "Sebentar ya.." dengan bahasa Jepang karena merasa tidak enak dan situasi menjadi canggung. Tak lama, tukang becak tersebut langsung berbicara dengan bahasa Indonesia, "Owh maaf, jadi begini..". 

Tukang becak tersebut mengira Rika adalah warga sekitar karena kali ini menggunakan kosakata dan gaya bicara yang sudah dijelaskan oleh supir taksi wanita sewaktu di Jakarta, sehingga bahasanya terdengar lebih natural. 


Tukang becak itu melanjutkan "Mbak lurus aja kesini, lewatin terus.." 

Belum selesai menerjemahkan kalimat yang barusan ia ucapkan sebelumnya, tukang becak tersebut lalu memotong, "Atau begini saja. Kalau saya antar gimana?"

Rika menerima tawaran tersebut dan diantarlah hingga ke desa ibunya tinggal. Sesampainya di desa tersebut, Rika bertanya berapa biaya yang harus dikeluarkan. "Biayanya berapa?"

Tukang becak tersebut menjawab "Seikhlasnya". 

Rika kembali kebingungan karena baru mendengar kata "Seikhlasnya" tersebut. 

Melihat Rika kebingungan, kemudian tukang becak tersebut langsung menjawab "50 saja". 


**(Pada masa itu tarif becak masih sangat murah jika dibandingkan dengan tarif sekarang, tarifnya masih kisaran 25 sampai 60 rupiah tergantung jaraknya).**


Rika kemudian mengambil dompetnya dan memberikan sejumlah uang kepada tukang becak tersebut. 



Rika sempat takjub dan sejenak memperhatikan pemandangan alam sekitar.

Suasana disini berbeda dengan sekitar tempat tinggal Rika di Jepang yang merupakan wilayah hiruk-pikuk perkotaan tepatnya di Kota Chiyoda, Tokyo. Sedangkan disini adalah pedesaan dengan pemandangan hijaunya persawahan, gunung, hewan ternak dan lainnya. Namun Rika merasa familiar dengan suasana ini karena sebelumnya pernah mengunjungi rumah bibinya di suatu pedesaan di Yamagata.

 Kemudian ada seorang pemuda yang kebetulan lewat, Rika bertanya padanya tentang rumah ibunya. Untugnya ia adalah tetangga ibunya "Oh rumahnya ibu itu, saya tahu rumahnya".


Dan diantarlah sampai ke rumah ibunya. "Permisi bu, ada tamu" kata orang tersebut. Dengan kemampuan bahasa seadanya, ia tunjukkan foto itu. Awalnya sang ibu pemilik rumah kebingungan, tapi akhirnya langsung menyadari itu adalah anaknya setelah melihat foto bayi yang ditunjukkan beserta nama Rika yang ditulis tangan itu sama dgn yang ia punya. Itu adalah tulisan ayahnya, Ryouji Matsuda. "Ini.. kamu? Rika? masuk dulu sini" Ditanyakanlah bagaimana kehidupannya selama ini, awalnya Rika kebingungan. Tapi untungnya ia membawa kamus, Rika mencoba menuliskan yang diucapkan ibunya kemudian mencari terjemahannya menggunakan bantuan kamus. Akhirnya proses tanya jawab dilakukan meskipun sangat lama, tapi semua pertanyaan pada intinya terjawab.

Sewaktu-waktu Rika juga bertanya tentang sejarah pada Ibunya dengan menggunakan kamus.


Kemudian dijelaskan oleh ibunya (scene kilas balik) bahwa ayahnya ini memang orang jepang, tapi dia berbeda. Ayahnya dulu menikah dengan ibunya pada tahun 1948. Ayahnya Rika ini termasuk yang membelot untuk kembali ke jepang dan beralih membela Indonesia bersama beberapa temannya yang dari jepang dan juga korea selatan yang juga ikut membelot yang tergabung dalam 1 pasukan khusus, saat sebagian lainnya hanya mengikuti atasannya. Awalnya ia tertarik ke ibunya yang pribumi, mencoba mengobrol meski bahasanya kacau. Mulai dari bercanda dan akhirnya saling mengerti. Akhirnya mereka menikah dan dikaruniai seorang anak di tahun yang sama. Ayahnya sempat diberi pesan oleh pihak pemerinrah Jepang untuk kembali ke negaranya, "Kita akan pulang besok".

Tapi ia menolak drngan menjawab, "Tidak, aku tetap disini". Atasannya pun bertanya lagi, "Apa yang kau lakukan, kau tidak dengar di radio Soekarno sudah memproklamasikan kemerdekaan?". 

Ayahnya menjawab lagi, "Tentara Belanda masih ada disini. Orang-orang (rakyat Indonesia) ini sudah cukup menderita, aku akan tetap disini untuk membantunya".

Namun masalah lain terjadi, saat malam hari lokasinya diketahui tentara belanda. Ryouji diculik dan diinterogasi oleh belanda, anaknya, Rika yang wakt itu masih bayi pun ikut dibawa. "Lalu tidak tau lagi kalian kemana," kata ibunya. "Selama ini kamu di rumah tinggal sama siapa?" Tanya ibunya ke Rika. Anaknya sambil bingung, perlahan membuka buku kamus yang dibawanya dan mulai mencari arti dari kaya kata tersebut. Setelah waktu yang agak lama, ia menjawab dan mencoba menulis lalu menerjemahkannya ke b.indonesia "Kakek dan nenek". "Sejak kecil aku sudah bersama mereka, tapi kakek tiada 2 tahun lalu". Aku belum pernah lihat ayahku"

Pada suatu hari aku menemukan beberapa dokumen yang ada di kamar ayah, sebelumnya aku tidak pernah membuka brankas itu. Aku membaca semua tulisan tulisannya, yang belum pernah dijelaskan kakek dan nenek bahwa ibu masih hidup dan ada disini (indonesia). Akhirnya aku bertanya ke nenek, ia minta maaf karena menyembunyikan hal ini karena tidak mau  aku selalu sedih dan tidak tenang. 

"Jadi begitu ya" ujar ibunya.

Kemudian Rika bertanya tentang alamat yang tertera pada foto yang dimanipulasi. "Kenapa tulisan alamat disini beda dengan yang di sebelahnya?".

Ibunya menjawab, "Ayahmu sudah merencanakan ini sejak awal, agar tidak diketahui tentara Belanda. Waktu itu tim penerjemah mereka sudah mengerti bahasa Indonesia yang dituliskan dengan abjad alfabet, tapi tidak dengan aksara Jawa.

"Ibu maafkan aku", kata Rika.

"Maaf kenapa?", tanya Ibunya.

"Karena aku ada, kehidupan ibu jadi.."

Ibunya langsung memotong seolah sudah tahu kelanjutannya ingin membahas masa lalu, "Kamu ini bicara apa? Justru ibu senang dengan kehadiran kamu."

"Iya bu", jawab Rika sambil tersenyum.


Setelah itu mereka melakukan berbagai aktivitas bersama. Hari demi hari berlalu, awalnya Rika agak kebingungan karena perbedaan budaya dan bahasa, tapi setelah diajari ibunya akhirnya semakin terbiasa. Mereka melakukan aktivitas bersama seperti mencuci, menyetrika, menjemur pakaian, berbelanja kain dan pakaian di pasar tradisional (karena pakaian yang dibawa Rika hanya sedikit di tas ranselnya), Ia juga membantu ibunya menjual buah-buahan di suatu kios di pasar dan lain-lain. Buah mangga didapat dari pohon di rumah Ibunya, sedangkan buah-buahan lain disediakan oleh supplier yang merupakan teman Ibunya sendiri.


Sampai saat membeli makanan di warung, mereka bertemu tetangga ada yang bertanya "Ini anaknya? "Iya" ibunya jawab, tetangga itu tanya lagi, "Namanya siapa?" , Rika yang sudah mengetahui arti dari kalimat tersebut karena sebelumnya sudah mempelajarinya dari kamus langsung menjawab "Rika-desu. Eh.. maksudnya Rika". Ia pun tersenyum. Ia lupa bahwa tidak ada imbuhan"desu" di bahasa Indonesia. 

Saat mereka dalam perjalanan pulang ke rumah, Ibunya berbicara ke Rika, "Dulu ayahmu juga lupa, pernah pakai desu, masu sewaktu mengobrol dengan teman ibu.".

Rika tersenyum.

Kemudian mereka melanjutkan perjalanan sembari ibunya menceritakan kenangan dulu bersama ayahnya Rika.

Masih di momen perjalanan pulang ke rumah, Rika melihat suatu rumah yang didepannya ada 2 orang sedang berinteraksi. Ia melihat seorang pria sebayanya menerima paket kardus besar. Karena penasaran ia berhenti sejenak saat melihatnya dari kejauhan di luar gerbang rumah tersebut.

 Tapi ditarik oleh ibunya untuk segera pulang. 


Saat di rumah Rika mencoba mendengarkan radio, mencoba baca koran dan melakukan aktivitas lainnya. Ia juga menuliskan beberapa catatan pada bukunya tentang hal-hal yang berkaitan dengan penelitian kuliahnya tentang Indonesia. Rika pun pernah meminta potongan koran kepada ibunya untuk dijadikan bahan pendukung penelitian.

Kemudian ada momen saat Rika mendengarkan radio sampai ketiduran dan akhirnya radio tersebut dimatikan oleh ibunya. Pernah juga Rika meminta tidur sekamar dengan ibunya dengan bercanda. Rika juga melihat barang-barang bekas peninggalan ayahnya yang ada di rumah itu seperti mesin ketik, radio, walkie talkie, teropong, berbagai alat tulis dan sebagainya.

"Ini apa?" tanya Rika.

Ibunya menjawab, "Dulu ayahmu sering memakai itu". Kemudian ibunya menceritakan juga tentang ayahnya di masa lalu saat menggunakan alat-alat itu. Sayangnya sebagian besar peralatan itu sudah rusak karena termakan usia, terutama yang merupakan barang elektronik.

Rika terfokus pada suatu benda yang menarik perhatiannya hingga menyentuhnya. "Kalau ini kamera yang pernah dipakai untuk memotret kamu sewaktu kamu bayi. Tapi sekarang sudah rusak. Kamu mau ini?", ujar Ibunya.

"Boleh?", tanya Rika.

"Iya. Itu juga dulu punya ayah kamu", jawab Ibunya.

Kemudian Rika mengambil gambar Ibunya dengan kamera itu seolah seperti kameranya masih berfungsi dengan bercanda.


Sering juga Rika bertanya-tanya tentang bahasa Indonesia pada ibunya. Terkadang juga ibunya yang bertanya tentang bahasa Jepang.

Sudah hampir seminggu Rika tinggal di rumah ini.


Ada momen juga saat ibunya selesai wudhu, Rika mengikutinya. Ibunya bertanya "Mau apa?".

Dengan wajah kebingungan Rika hanya  menunjuk tempat wudhu dan berkata "Aku sering lihat ibu begitu, bisa ajari aku?. Ibunya berkata "Alhamdulillah". mensugestikan anaknya ingin diajari Islam seperti ayahnya dulu.

Lalu ada momen saat mereka berdua sholat berjamaah. 


Sampai suatu saat ibunya melihat ada kertas di tas kecilnya keluar. Ibunya tidak sengaja melihat kertas tersebut. Lalu Rika dibangunkan dari tidur dan oleh Ibunya. Rika bingung. Akhirnya ibunya mencoba bahasa yang lebih mudah dipahami oleh Rika dengan menyederhanakannya. Rika kira ibunya tidak tau b.jepang, memang tidak tahu secara keseluruhan tapi mengerti beberapa termasuk format penulisan tanggal karena dulu sering melihat surat dan dokumen milik ayahnya. Ayahnya dulu juga sempat mengajarinya sedikit tentang bahasa Jepang. Tapi Ibunya masih ragu tentang batas waktu di kertas itu artinya apa, akhirnya menanyakannya kepada Rika. "Ini apa? Tanggal sekian sampai sekian?"

Rika mencari kamus di kamar itu dan berusaha menerjemahkannya, "Ini tanggal..".

Rika terdiam sejenak. Kebetulan di bagian atas kertas tersebut ada tulisan "airport" yang menggunakan bahasa Inggris bukannya "空港" yang ditulis menggunakan kanji, Ibunya langsung menebak, "Ini tiket pulang?"

Rika menjawab dengan ragu, "Iya".

"Ini keberangkatan satu minggu dari sekarang dan sekarang hampir satu minggu. Belum lagi dihitung perjalanan ke Jakarta."

Rika mencari lagi terjemahan kalimat tersebut dan hanya terdiam setelah mengetahui artinya.

Kemudian ibunya menasehati Rika.

"Kamu ini bagaimana, kamu kan kuliah".

"Aku ingin terus disini. Hidupku rasanya hampa tanpa Ibu. Sebaiknya aku disini saja, meninggalkan suasana kehidupan lama", jawab Rika.

"Rika, kalau kamu sayang sama ibu, kamu harus nurut sama ibu. Pendidikan itu penting. Kasihan juga nenekmu yang sudah membiayai pendidikan kamu".

Rika menangis menolak untuk pulang tapi dinasehati lagi. "Kita kan masih bisa kirim surat.

Begini, kebetulan ibu ada sedikit rezeki. Ibu akan antar kamu besok ke bandara....

Ibu ada untuk kamu", Rika pun sontak memeluk ibunya dan berkata "Terimakasih" dengan bahasa Jepang.


**Pada waktu itu belum ada media sosial di internet,  sehingga satu-satunya alat komunikasi yang dijangkau lintas negara oleh semua kalangan hanyalah dengan surat-menyurat, meskipun butuh waktu yang lama agar pesannya terkirim.**


Keesokan harinya Ibunya mengantar Rika ke jakarta menggunakan bus lalu ke bandara. Didepan bandara, mahasiswi 21 tahun yang semula aktif bak detektif itu kini meneteskan air mata tak bersuara didepan ibunya. Ibunya terus menyemangatinya. Saat Rika masuk ke ruangan lain menuju pesawat, ibunya berbalik & menangis.

Saat diatas pesawat Rika menoleh ke jendela dan teringat ibunya.


(Skip scene fade)


Liburan kuliah telah usai, kini Rika dan teman-temannya kembali beraktivitas seperti biasa di kampusnya.

"Kau sudah menentukan judul skripsimu?", tanya Rika kepada Misaki.

"Belum. Wow, kau sudah mencuri start sepertinya. Tentang Indonesia ya?", ujar Misaki.

"Begitulah", jawab Rika.

"Ngomong-ngomong, selama di Indonesia apa saja yang kau dapat? Kau sudah bertemu ibumu?"

Kemudian Rika mengambil kamera dari tasnya dan berkata, "Sudah, akhirnya aku menemukannya, kami melakukan banyak hal."

"Itu kamera film milikmu?", tanya Misaki.

"Ini dari ibuku. Tapi sudah rusak. Ingin mencobanya?", jawab Rika sambil menunjukkan kamera tersebut pada Misaki. Misaki pun mencobanya.

"Kelihatannya seperti Kodak 35, mekanik tidak berfungsi, tombol keras, tapi didalamnya masih ada filmnya. Pernah kau coba cetak hasilnya?", tanya Misaki.

"Belum", jawab Rika.

Akhirnya sepulang kuliah mereka pergi ke tempat percetakan foto dari film negatif.

"Apa?!", betapa terkejutnya Rika setelah mengetahui ternyata film yang ada didalam kamera tersebut masih menyimpan 1 foto ayah dan ibunya di masa lalu. Kenangan tersebut dicetak dengan jelas dalam 1 foto hitam putih. Dengan memandang foto inilah salah satu cara Rika mengingat orangtuanya. 



Setahun kemudian, diperlihatkan ibunya yang ada di Indonesia mendapat tamu yang memberikan surat. Ternyata surat itu dari Rika, didalam surat itu Rika juga meminta maaf baru sempat mengirim surat karena jadwal kuliahnya yang padat waktu itu. Terdapat juga lembaran foto Rika sewaktu di kampus serta foto ibunya dan ayahnya yang selama ini belum pernah dicetak oleh ibunya. Ibunya pun membalas surat tersebut.


*Tamat


________________________________________
3 versi Trailer (Inggris, Indonesia & Jepang) :
    
  
 

BGM trailer :

Tomohisa Yamashita - Sweet Vision
Padi - Kau Malaikatku


DISCLAIMER

"Bond" is a semi-true fictional story that I created in a text form. This story published on my blog. The story originally created by me (IFADWORLD), but using 3rd party content as like video and audio only for this trailer or as visualization which is not monetized at all. Copyrights belong to their respective owner. This is a work of fiction. Names, characters, business, events and incidents are the products of the author's imagination. Any resemblance to actual persons, living or dead, or actual events is purely coincidental. 


"Bond" adalah cerita fiksi semi nyata yang saya buat dalam bentuk teks. Cerita ini saya publikasikan di blog saya. Cerita ini dibuat oleh saya sendiri, tetapi menggunakan konten pihak ketiga hanya sebagai visualisasi sehingga tidak dimonetisasi sama sekali. Hak cipta dari visualisasi ini milik pemiliknya masing-masing. Ini adalah karya fiksi. Nama, tokoh, usaha, kejadian dan kejadian merupakan produk imajinasi penulis. Kemiripan dengan orang sebenarnya, atau kejadian sebenarnya adalah murni ketidaksengajaan.


「Bond」は私がテキスト形式で書いた半現実的なフィクションです。 この話をブログに掲載しました。 このストーリーは私自身が作成したものであり、サードパーティのコンテンツは予告編または視覚化としてのみ使用されており、いかなる形でも収益化されていません。 これらのビジュアライゼーションは、それぞれの所有者の著作権です。 これはフィクションです。 名前、登場人物、ビジネス、事件、出来事などは作者の想像の産物です。 実在の人物や出来事との類似点はまったくの偶然です。


Terima kasih kepada para pembaca yang telah membaca hingga akhir cerita ini. Puji syukur kepada Allah SWT akhirnya saya dapat menyelesaikan cerita ini. Terima kasih juga kepada orangtua, sanak saudara dan teman-teman saya. Sebenarnya ada banyak cerita yang muncul di benak saya sejak lama, ada yang saat sadar dan ada juga yang didapat dari mimpi tidur. Namun semua itu belum pernah dipublikasikan dan diolah dengan matang. "Bond" ini adalah cerita pertama yang saya publikasikan ke blog, jadi mohon maaf sekiranya ada kekurangan dalam penulisannya. Cerita ini saya buat saat tiba-tiba terinspirasi, dan telah melalui proses revisi hingga beberapa bulan. Dalam prosesnya terdapat konsultasi dan pencarian informasi dari berbagai pihak melalui internet yang namanya tidak bisa saya sebutkan satu persatu karena banyak sekali. Informasi tersebut terkait sektor sejarah, bahasa, budaya, sosial dan lain-lain. Dan ada juga beberapa hal eksternal yang menginspirasi diantaranya :


Kisah nyata :

- Perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajahan tentara Belanda dan Jepang, hingga mencapai kemerdekaan pada tahun 1945

- Memoar Shigeru Ono "Mereka yang terlupakan"


Film :

Just Mom
Sang Kiai
Perburuan
わたしのお母さん (Remember to breathe)
母性 (Motherhood)


Klip yang digunakan sebagai visualisasi pada trailer :

Stock footages
Mr.Hiragi's Homeroom (Drama) ©NTV
Sang Kiai / The Clerics (Movie) ©Rapi Films
Jakarta 1964 by Sven Verbeek Wolthuys ( lostjakarta.com )
Tokyo 1964 by 金の亡者 ( https://www.youtube.com/channel/UCK91MmEa_cvL5qeD9wZmi7g )
Tokyo 1970 by 上田 ( https://www.youtube.com/channel/UCRL7gVePs8nl_PKGRbAyPJw )
71 Into the fire (Movie) ©Taewon Entertainment/UBU Film/H Plus Communication
Takane no nadeshiko - Hatsukoi no hito (Music Video) ©INCS TP
Matsumoto Momona's showroom (Audio) ( showroom-live.com/r/momona_matsumoto )
Just Mom (Video & Audio)  ©Dapur Film/Taman Wisata Candi
わたしのお母さん / Remember to breathe (Movie trailer) ©Best Brain/Little More Co./TC Entertainment
母性 / Motherhood (Movie trailer) ©Warner Bros Japan


Pengisi suara (khusus trailer) :

Akira (narakeet)
Kaori (narakeet)
Moka Kamishiraishi
Riyanto  (narakeet)
Christine Hakim
Momona Matsumoto


Trailer quotes : 

Sejarah yang membawaku pada ibu

History that brought me to my mother

親子の絆は場所や時間にとらわれない


3 versi Sinopsis :

Rasa penasaran seorang mahasiswi sejarah yang membawanya pada ibunya

A history student's curiosity led her to her mother

歴史専攻の学生の好奇心がお母さんのところへ導いた

_______________________________________

Iklan dibawah diatur oleh Google dan diluar kendali saya, mohon maaf jika terkadang tidak relevan.

Ke Beranda

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mohon maaf jika ada iklan yang tidak relevan, itu semua diatur oleh Google dan diluar kendali saya.